Minggu, 06 Mei 2012

Banjir Melanda Indonsia


Banjir adalah  salah satu bencana alam yang rutin terjadi setiap tahun di Indoenesia, yang sering memakan korban yang tidak sedikit, baik jiwa, harta maupun sarana dan prasarana bagi kehidupan masyarakat termasuk jalan dan jembatan.
Banjir dan hujan lebat biasanya terkait dengan datangnya musim hujan, yang biasanya dimulai dari bulan Oktober sampai dengan Maret tahun berikutnya. Namun pola itu tampaknya sekarang sudah berubah, Tahun 2010 yang baru saja kita tinggalkan, hujan jatuh di musim yang seharusnya kemarau, yaitu bulan April sampi September. Hujan praktis turun sepanjang tahun, mengakibatkan banyak gagal panen, termasuk cabai yang harganya mencapai Rp. 150 ribu per kg.
Para ahli menyatakan penyebabnya banyak, antara lain karena pemanasan global (global warming), pengaruh angin El Nino dan angin La Nina, karena rusaknya hutan hujan tropis (Tropical Rain Forest) di Baezail dan Indonesia, dua negra yang mempunyai hutan terluas di dunia.
Salah satu akibat dari pemanasan global ini, adalah mencairnya es abadai yang ada di Kutub Utara dan Selatan, sebagaimana yang terjadi banjir di Jerman. Es abadai yang ada di Puncak Jaya Provinasi Papua juga dilaporkan sudah menyusut drastic akibat pemanasan golabal Pemanasan global dapat menyebabkan permukaan laut naik cukup tinggi. Sekitar 4.000 dari 17.500 pulau di Indonesia akan lenyap jika permukaan laut naik dua meter.
Saya telah browsing di Google tentang bencana banjir di seluruh Indonesia. Hasilnya memang sudah diduga, bahwa tidak ada satu-pun dari 33 Provinsi yang bebas banjir, Semua provinsi mulai dari Nangroe Aceh Darussalam sampai Provinsi Papua, mengalami banjir. Tidak hanya sekali, berkali-kali bahakan banyak yang terjadi setiap tahun.
Tapi kalau saya sajikan semuanya, tentau akan sangat melelahkan dan membosankan untuk membacanya. Artikel ini adalah Bagian Pertama, yaitu provinsi-provinsi di Pulau Sumatera ditambah Jawa Barat dan Jakarta. Sisanya akan disajikan dalam Bagian Kedua.

Aceh

Banjir di Aceh

Beberapa kabupaten di Nangroe Aceh Darussalam pada akhir 2006 dihantam banjir bandang dan longsor. Dari pantauan udara terlihat bahwa sejumlah kabupaten, seperti Aceh Tamiang dan Gayu Lues tergenang. Sebagian besar permukiman warga sudah tidak bisa ditunggui karena tingginya genangan air. Mereka terpaksa mengungsi.
Sementara itu di hulu sungai, kayu-kayu gelondongan berserakan di tengah lautan banjir di kawasan Aceh Tamiang. Setelah kawasan ini dihantam banjir bandang, puluhan orang kehilangan nyawa. Sejumlah pejabat saat itu mengakui banjir bandang dan tanah longsor ini disebabkan karena kawasan hutan hulu sungai di Taman Nasional Gunung Leuser sudah rusak.
Kondisi serupa terjadi di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara pertengahan Oktober 2005. Banjir bandang bercampur lumpur, batu, dan kayu telah menghantam permukiman penduduk setelah dua hari berturut-turut dilanda hujan lebat. Saat itu tercatat 65 korban jiwa/ dan puluhan luka-luka. Ribuan warga harus mengungsi setelah rumah mereka hancur digerus banjir sehingga tidak bisa lagi dihuni. Bahkan sejumlah desa dipenuhi lumpur bercampur batu dan kayu gelondongan yang sengaja ditebang.

Medan
 
Banjir di Medan Sumatera Utara
Banjir Medan terjadi akibat hujan deras yang mengguyur Medan sejak Rabu (5/1/2011) malam hingga Kamis (6/1/2011) pagi mengakibatkan ribuan rumah terendam banjir. Banjir terparah terjadi di kawasan bantaran Sungai Deli dan Sungai Babura.
Sungai Deli meluap akibat hujan deras yang terus mengguyur Medan sehingga tidak dapat menampung debit air. Luapan itu juga diduga akibat banjir kiriman dari arah hulu sungai sepanjang 71 kilometer tersebut. Ketinggian air di kawasan Sungai Deli, terutama di Kelurahan Aur, Kampung Baru dan kelurahan Sei. Mati mencapai 1 meter. Sementara di bantaran Sungai Babura mencapai 45 cm. Namun di beberapa tempat, terutama yang berada persis di tepian sungai air terlihat hingga bubungan atap rumah warga.

Banjir tidak hanya menggenangi pemukiman warga di kawasan bantaran sungai. Sejumlah kawasan juga terendam banjir seperti di Kecamatan Sunggal, Maimun, Polonia, Marelan dan Kecamatan Tuntungan. Ketinggian air di pemukiman warga rata-rata 30 cm. Sejumlah jalan protokol seperti Jl. Krakatau Ujung, Jl. Keretaapi dan Jl. Letda Sujono juga sempat terendam banjir pada Rabu malam. Air mulai surut menjelang Kamis pagi.

Palembang

Banjir di Palembang Sumatera Selatan
Banjir melanda Palembang, Sumatera Selatan kembali merendam ratusan tempat tinggal warga termasuk rumah milik mantan Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Osman. Hal itu karena hujan terus menerus mengguyur Palembang sejak Rabu kemarin malam hingga siang tadi. Akibatnya, ratusan rumah di Kecamatan Ilir Timur Dua dan Sekip Jaya terendam banjir setinggi setengah meter.
Banjir telah menenggelamkan ribuan rumah warga di tiga kecamatan, di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Hingga , Rabu (24/2/10 Ribuan rumah warga yang terendam berlokasi di Kecamatan Muara Kelingi, Ulu Cecar, dan Muara Lakitan. Selain pemukiman, ribuan hektar lahan pertanian dan perkebunan juga dipastikan gagal panen. Hingga hari kelima, sebagian warga memilih bertahan di atap rumahnya, dan belum ada yang mengungsi.

Bengkulu

Banjir di jalur lintas barat Sumatera mengakibatkan tranportasi dari Bengkulu ke Sumatera Barat lumpuh. Kendaraan dari arah Bengkulu mengluar sepanjang kurang lebih 3 kilo meter.  Hingga Senin (27/9/10), pemerintah daerah masih berusaha mengatasi banjir setinggi 1 meter akibat hujan deras. Selain mengakibatkan jalur lintas barat Sumatera putus, banjir mengakibatkan 10 rumah terendam dan puluhan orang terpaksa di evakuasi ke tenda pengungsian yang telah dibangun pemerintah daerah dan TNI 041 Gamas Bengkulu.
Asisten II Pemerintah Provinsi Bengkulu Fauzan Rahim menginformasikan jika banjir tidak hanya terjadi di Desa Cakra. Tapi juga di Desa Mulyamakmur Kecamatan 14 Koto SP 7 Muko-muko karena  Sungai Majunto meluap. Banjir mengakibatkan transportasi Lais- Muko-muko terganggu. Banjir di Desa Urai setinggi 1 Meter, juga memenuhi badan jalan dan tidak dapat dilewati. Sepuluh rumah terendam banjir dan puluhan warga terpaksa dievakuasi. Banjir juga melanda daerah Batiknau Kecamatan Lais hingga merendam 25 rumah, di Desa Bintunan merencam 25 rumah.
 
Jakarta

Banjir di Jakarta

Hujan Agustus 2010 telah meluruhkan Jakarta. Tak usah bicara soal Kalibata, Bukit Duri, dan Bidara Cina. Di sana sih banjir benar-benar sudah langganan. Sekarang, segitiga emas pun belepotan. Sentra bisnis di jalan Sudirman (Bendungan Hilir, Semanggi, Dukuh Atas), Kuningan, serta seputaran Sarinah-Sabang-Thamrin tenggelam. Kelapa Gading hanya menyisakan atap rumah dan lampu jalan. Listrik mati dan air ledeng mampet. 70 ribu sambungan telepon putus. Jakarta seperti rawa-rawa purba. Lebih dari dua per tiga wilayahnya terendam.
Di tiga lokasi PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), aktivitas lumpuh. KBN Tanjung Priok dan Marunda memang tidak tergenang air. Tapi, akses jalan menuju ke sana terendam air sepinggang orang dewasa. Tiga hari, belasan ribu karyawan yang bekerja di sana diliburkan. KBN Cakung lebih parah lagi. Sejak Jumat (2 Februari), kawasan industri ini tergenang. Jalan tol di depannya juga ikut terendam dalam. Seminggu tak cukup untuk membuat air surut. Mungkin baru Senin ini pabrik-pabrik di sana mulai beroperasi. Pasti itu pun tidak semua. Pasti kebanyakan karyawan hanya bekerja separuh hari. ”Pabrik-pabrik masih dibersihkan. Mudah-mudahan listrik tetap menyala,” ujar Hartono, Humas PT KBN.
KRL terjebak banjir di Jakarta
Sunter—sentra industri otomotif nasional—lumpuh sepekan. 100 mobil Toyota tenggelam. Menurut Bambang Trisulo, Di Pulogadung, mesin-mesin juga menggigil dalam banjir. Jumat, 2 Februari, kawasan industri ini sudah digenangi air. Senin, air mulai surut, tapi listrik belum menyala. Akhirnya beberapa perusahaan memilih memulangkan karyawannya. Banyak karyawan yang malah sengaja tidak bekerja hingga akhir pekan silam gara-gara rumah mereka kebanjiran. Senin ini, mereka dihadapkan dengan pekerjaan yang menumpuk setelah 10 hari absen.
Tanggal 25 Oktober 2010 transportasi di Jakarta lumpuh (hampir total) karena hujan deras yang mengakibatkan banjir yang pada akhirnya menyebabkan kemacetan di mana-mana. Perjalanan dari Kuningan ke Kelapa Gading yang biasanya hanya memakan waktu satu jam berubah menjadi tiga jam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar