Minggu, 06 Mei 2012

transportasi Bandar Lampung

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Setelah beroperasi sejak 1977, Perum DAMRI memutuskan berhenti melayani trayek dalam Kota Bandar Lampung per 1 Maret 2012. Kepala Perum DAMRI Bandar Lampung Suparyan mengatakan pihaknya mengalihkan DAMRI ke jalur lain.
Pengalihan tersebut, menurut Suparyan, karena kehadiran bus rapid transit (BRT). Selama ini DAMRI ekonomi dan AC melayani beberapa trayek, yakni Rajabasa—Tanjungkarang, Tanjungkarang—Sukaraja, dan Korpri—Tanjungkarang. "Mohon maaf jika selama 35 tahun ini belum maksimal melayani penumpang," kata Suparyan, Senin (6-2).
Operasional DAMRI, menurut Asisten II Pemerintah Kota Bandar Lampung Pola Pardede, diberi waktu hingga 29 Februari 2012. Dengan sisa waktu yang ada, pihaknya mempersiapkan rute baru DAMRI, sekaligus mengajukan beberapa trayek yang dapat dilalui. Trayek baru tersebut, antara lain Kemiling—Panjang, Kemiling—Sukaraja, Rajabasa—Pasar Cimeng, Panjang—Pasar Cimeng.
Keputusan DAMRI tersebut, menurut Komisaris Utama Konsorsium BRT Trans-Bandar Lampung Toni Eka Candra, sekaligus membatalkan perjanjian yang dibuat pada Desember tahun lalu, antara lain memasukkan DAMRI dalam konsorsium. "Kami akan lihat komitmennya, sebab ini semua tentu untuk kepentingan transportasi Bandar Lampung," kata Tony.
Ketua DPRD Bandar Lampung Budiman A.S. mengapresiasi dukungan DAMRI sebagai moda transportasi perintis. Sebagai BUMN, DAMRI berhasil memberikan dan membantu proses transportasi di Kota Tapis Berseri. Langkah DAMRI mengalihkan jalur dinilai Budiman sesuai aturan. "Namun, BRT harus menjaga kondusivitas dan kelangsungan alat transportasi lain," ujarnya.
Evaluasi terhadap BRT, menurut anggota Komisi C DPRD Bandar Lampung, Handrie Kurniawan, rutin dilakukan. Dia berharap BRT yang didominasi pengusaha dapat memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Dia juga mengharapkan dengan keberadan konsorsium yang merupakan gabungan 37 perusahaan otobus itu memperkecil peluang monopoli dan kepentingan individu.
"Meskipun BRT Bandar Lampung memiliki murni pihak swasta, Pemkot tidak memiliki saham dalam konsorsium, bukan berarti BRT dapat jalan semaunya. Sebagai kontrol sosial kami akan mengevaluasi perjalanan BRT secara rutin," kata Hendrie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar